Sebagaipewadah aktivitas ritual untuk mendekatkan diri kepada Sang Hyang Widi Wasa, Pura ditata sedemikian rupa dengan urutan-urutan pencapaian ruang (prosesi ruang) berdasarkan hirarki ruang
Akhir tahun 2015, usai menyelam sehari di sekitaran area Padangbai, mencoba menjelajah area Karangasem, Bali Timur. Konon, daerah Karangasem ini memang merupakan kawasan peradaban tertua di Bali. Salah satu yang menarik dan direferensikan saat itu adalah Pura Lempuyang dan Desa Adat Tenganan. Jika Pura Besakih merupakan kompleks pura terbesar di Bali, nah kalau Pura Lempuyang ini memiliki status yang sama pentingnya dengan Pura Besakih. Bahkan Pura Lempuyang ini diduga paling tua keberadaaanya di Bali. Lempuyang sendiri berasal dari kata “lampu”, yang artinya sinar dan “hyang” untuk menyebut Tuhan, sehingga Lempuyang diartikan sinar suci Tuhan yang terang benderang. Komplek Pura Lempuyang ini terdiri dari tujuh pura yang terletak di lereng Gunung Lempuyang. Menarik sekaligus menantang, dan masih jarang wisatawan yang singgah ke sana. Lebih banyak didominasi oleh penduduk lokal yang berkunjung untuk berdoa. Karena buat masyarakat Hindu Bali, selayaknya, mereka memang harus pernah dan menyempatkan diri untuk sembahyang di Pura ini. Ternyata, akhir-akhir ini, area penataran Pura Lempuyang, menjadi tempat yang instagrammable dan sering dikunjungi wisatawan lokal maupun mancanegara, untuk berpose di antara gapura dan jika beruntung langit sedang cerah, dapat latar pemandangan gunung Agung di belakangnya. Jadilah, pertengahan tahun 2018, datang kembali mengajak teman, untuk berburu foto di halaman pura tersebut, karena sebelumnya datang sendirian dan lebih menikmati perjalanan hingga ke puncak gunung Lempuyang. Tiba di area parkiran Pura Lempuyang, sudah disambut oleh pemandangan sebuah pura yang cukup megah. Namun pengunjung harus lapor dulu dan membayar tiket, sebelum benar-benar masuk dan melihat pura megah tersebut. Di sana tersedia pemandu lokal yang siap mengantar. Beliau menjelaskan gambaran rutenya, dimana nanti akan ada persimpangan, yang satu bisa langsung menuju ke pura Lempuyang Luhur, yang berada di puncak gunung Lempuyang, dan satu lagi rute panjang, dimana pengunjung bisa melewati ketujuh pura yang ada di lereng gunung tersebut. Waktu yang diperlukan lebih kurang tiga sampai empat jam dengan jalan santai. Saat itu, ingin sekali didampingi pemandu, hanya sekedar demi memotret diri, tapi karena terlalu mahal, akhirnya nekad jalan sendiri, dan diberi peta jalan, agar tidak tersesat nantinya. Oh ya, seperti layaknya pura lainnya di Bali, kita wajib memakai sarung, meski sudah pakai celana panjang, dipadu dengan busana atasan yang sopan atau berlengan. Boleh bawa sarung sendiri atau sewa di loket masuk. Matahari masih ada di sisi timur, masih pagi dan teriknya belum terlalu menyengat, ketika memulai langkah masuk ke pura yang pertama, Pura Penataran Lempuyang. Pura yang besar dan megah, yang sudah tampak sejak di lokasi parkiran tadi. Beberapa bapak-bapak berseragam kaos hijau sedang membersihkan area pelataran. Mereka bukan tukang sapu, tapi paguyuban umat Hindu di sekitar pura yang kerja bakti pagi itu. Mereka selesai sembahyang dan memungut sampah di halaman depan pura, kemudian berfoto bersama. Alhasil jadi tukang foto dadakan dech, padahal maksud hati ingin difotokan, hehehe… Dari pura pertama ke pura berikutnya cukup jauh jaraknya. Jalan penghubungnya masih berupa aspal dan bisa ditempuh dengan ojek sebenarnya, namun pagi ini membiarkan memberi pemanasan pada kaki, sebelum benar-benar naik ke puncak. Pura kedua adalah Pura Telaga Emas, tidak jauh dari lokasi parkiran ojek, titik terakhir dimana kendaraan boleh naik. Puranya ditandai dengan warna emas pada atapnya. Sepagi ini, sudah ada sekelompok penduduk lokal yang sembahyang di sana. Setelah dari Pura Telaga Emas, jalanan mulai tertata rapi berupa undakan tangga dari semen dengan kanan kiri pohon, mulai terasa suasana hutan. Jangan khawatir tersesat, ikuti saja jalannya, sampai menemukan pertigaan, seperti yang dikatakan pemandu di awal. Panah satu menuju Lempuyang Luhur, atau langsung menuju puncak, panah satu lagi menuju Lempuyang Madya, dengan rute panjang. Kanan kiri jalan mulai tampak warung yang menjajakan minuman segar dan makanan. Namun karena langkah masih belum jauh, sehingga diniatkan untuk lanjut jalan saja. Tidak jauh dari pertigaan tersebut, ketemulah dengan Pura Telaga Sawang. Pura kecil namun mulai terasa berpijak di ketinggian. Depan gapuranya menghadap ke lereng bukit, sehingga warna hijau daun dan langit biru berpadu dengan cantik. Sudah jauh dari pemukiman warga dan hiruk pikuk kota. Melangkah lagi dengan santai dan menikmati udara pegunungan, akhirnya sampai di Pura Lempuyang Madya. Komplek puranya cukup luas dan banyak penduduk lokal yang sedang berdoa di sana. Salah seorang pemangku adat mengundang masuk ke padepokan dan menawarkan jajanan berupa buah-buahan segar. Ngiler sich, namun berusaha menolak dengan halus, karena sungkan, hehehe…. Setelah ngobrol banyak, pemangku menawarkan ikut temannya yang hendak berjalan naik, giliran tugas memimpin doa di puncak, katanya. Pemangku tampaknya khawatir membiarkan seorang perempuan jalan sendiri menuju ke puncak. Namun karena tidak ingin menjadi beban, akhirnya memilih berjalan santai dan menjaga jarak dengan teman pemangku tersebut. Menikmati alam tanpa dikejar target dan waktu. Jalanan dari Lempuyang Madya terus menanjak, namun tetap melewati rute rapi dengan tanjakan berupa semen. Rute tangga yang tertata rapi ini, menjadi penunjuk jalan yang sangat efektif. Tidak banyak sampah ditemukan di jalanan, karena kebanyakan pendatang adalah orang lokal yang niatnya berdoa dan sangat menjaga alam ini. Semoga, wisatawan lain yang ingin mencoba berkunjung setelah membaca ini, tetap bisa menjaga kebersihannya ya. Banyak tempat sampah disediakan di kanan kiri jalan, jadi manfaatkanlah. Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya tiba di tulisan Puncak BisBis. Terpikir bahwa area puncak sudah dekat setelah ini, namun ibu-ibu di warung dekat Puncak Bisbis berkata bahwa ini masih separu perjalanan, masih jauh untuk sampai puncak. Dan mereka menawarkan untuk jalan bareng, karena setelah ini, rutenya merupakan kawasan geng monyet alias banyak monyet hutan yang siap “ngompas” di tengah jalan. Setelah menunggu mereka berdoa sejenak di Pura Puncak Bisbis, akhirnya perjalanan dilanjutkan. Salut juga, beberapa peserta rombongan ini ada yang umurnya 60 tahun lebih tapi masih kuat jalan. Meski melangkah dan menapaki tangga perlahan, namun mereka tetap semangat. Sambil sesekali memotret wajah mereka, menjadi hiburan tersendiri buat mereka untuk mengusir lelah. Saat berhenti sejenak untuk tarik nafas dan istirahat, mereka menawarkan bekal cemilan. Solo traveler never alone bukan, hehhehe… Jalanan terus menanjak, sampai akhirnya tiba di gapura besar. Menarik nafas lega, karena jalanan tampak habis, seolah ini adalah puncaknya. Ternyata salah. Ini adalah pura Pasar Agung dan menuju puncak masihlah perjuangan, karena di balik pura tersebut, terdapat jalur menanjak lagi untuk menuju puncak. Rombongan ibu-ibu masih istirahat dan sembahyang, sehingga saatnya ijin pamit dan membiarkan kaki ini lanjut melangkah mengejar rasa penasaran. Jalanan masih saja rapi dengan tangga dan sempat ketemu sepasang suami istri yang mau sembahyang di puncak. Mereka mengajak jalan bareng, karena setelah inilah, serbuan geng monyet beneran dimulai. Dan benar saja, monyet-monyet itu sangat peka dengan bunyi kresek-kresek dan langkah kaki manusia. Cukup bawa tongkat untuk mengusir mereka menjauh. Wajah kita harus cukup garang untuk mengusir monyet tersebut, karena mereka bener-bener seperti preman di kawasan sini. Setelah disibukkan dengan monyet-monyet tersebut, justru tidak terasa, akhirnya sampailah di Puncak Lempuyang Luhur. Tampak beberapa rombongan sedang berdoa di Pura Lempuyang Luhur. Gerbang Gapura tepat menghadap ke Puncak Gunung Agung. Sungguh pemandangan yang sangat istimewa. Empat jam perjalanan terbayar sudah lelahnya, menapak di mdpl tanah Bali. Tidak ada wisatawan satupun yang berkunjung hari itu, semuanya para penduduk lokal yang niatnya berdoa. Suasana masih sangat sakral disana. Kita bebas foto asal tidak membuat kegaduhan dan mengganggu jalannya upacara adat. Sampai di puncak pun ada beberapa penjaja makanan yang berjualan, menyambut pendatang yang lelah atau lapar. Awas, siap-siap rebutan dengan monyet yang tiba-tiba muncul merebut, hehehe… Perjalanan turun jauh lebih cepat, hanya memakan waktu satu jam saja. Dengan terik mentari yang mulai menyengat dan perut kosong, serasa memacu langkah lebih cepat untuk tiba di parkiran. Setelah sekian lama menjelajah Bali, tidak menyangka ada komplek pura di lereng Gunung Lempuyang ini. Bangga juga, Indonesia punya peninggalan seperti ini. Masih sakral dan alami. Semoga wisatawan nantinya yang ingin menapakai perjalanan “ritual” di komplek ini, mau turut bertanggung jawab menjaga alam dan kebersihannya. Saat ini, memang sudah mulai ramai oleh pengunjung, namun sebatas sampai di Pura Penataran Lempuyang, karena memang pemandangan dari penataran saja sudah sangat menarik. Bahkan, beberapa pemandu lokal juga menyewakan kaca, untuk mendapatkan hasil foto dengan efek mirroring, seperti kalau foto di depan danau, dimana bayangan pada air akan memantulkan gambar serupa. perjalanan berlanjut ke Desa Adat Tenganan… based on our journey on 31 Dec 2015 & 3 Jun 2018 Has published Tribun Jateng, 21 Juli 2016 Harian Surya, 13 Des 2020 Youtube Harian Surya Views 1,849
PuraLempuyang atau Pura Lempuyang Luhur adalah salah satu dari 9 candi utama yang berlokasi di Bukit Belibis di Kabupaten Karangasem. Jika Anda dari Kuta atau Seminyak Area, sekitar 2,5 - 3 jam sampai di sini. Pura ini juga dikenal sebagai "Pura Seribu Langkah", karena Anda akan melangkah lebih dari 1.700 langkah ke puncak Pura.
Lokasi Bunutan, Abang, Seraya Bar., Kec. Karangasem, Kab. Karangasem, Bali 80852 Map Klik Disini HTM per Mobil Buka Tutup 24 Jam Telepon – Bali merupakan salah satu pulau yang dimiliki oleh Indonesia. Warga mayoritasnya beragama Hindu. Tak mengherankan jika sangat mudah ditemui pura-pura di sini dan kebudayaan adalah ciri khas kuat dari Pulau Dewata ini. Banyak sekali arsitektur yang sangat unik dan tentu hanya bisa ditemui di pulau ini. Warganya yang ramah serta keindahan alam membuat pulau tersebut sering menjadi destinasi wisata. Baik dari wilayah dataran tinggi hingga wilayah pesisirnya, keindahan alam Pulau Bali seakan tak terbatas. Pengunjungnya pun juga tidak tanggung-tanggung, wisatawan mancanegara juga terlena dengan keindahan alam serta kebudayaan yang ada di Pulau bali. Pura-pura di Pulau Bali juga sering dikunjungi wisatawan. Salah satu pura ini adalah Pura Lempuyang. Sebelum membahas lebih jauh mengenai pura ini sebagai destinasi wisata, mari membahas terlebih dahulu mengenai sejarahnya. Asal Usul Nama ❤️Sejarah dan Legenda ❤️Aturan yang Harus Diketahui ❤️Objek Wisata Menarik❤️Cerita Masyarakat Sekitar❤️Terbagai Menjadi Tiga Mandala❤️Candi Penataran di Pura Lempuyang❤️Ritual di Pura Lempuyang❤️Tips Mengunjungi ❤️Yang Dirasakan ❤️Hutan Masih Terjaga ❤️Tak Terbantahkan❤️Cocok Bagi Pecinta Alam❤️Jalan Menuju Lokasi❤️Harga Tiket Masuk ❤️Aspek Kesejarahan Belum Valid❤️ Asal Usul Nama ❤️ Foto By Setiap penamaan suatu tempat terkadang memiliki makna atau arti tersendiri atau memiliki dasar penamaan, tidak terkecuali Pura Lempuyang. Nama pura ini berasal dari dua kata yaitu lampu dan hyang. Lampu memiliki arti sinar dan hyang adalah penyebutan Tuhan. Jika dipadukan berarti sinar suci Tuhan yang begitu terang-benderang. Namun, arti kata lempuyang ini juga ternyata ada versi lainnya. Ada yang menyebutkan jika lempuyang merupakan tanaman yang dipakai sebagai bumbu masak. Nama ini juga terkait dengan nama banjar di sekitar pura ini yaitu Bajar Bangle dan Gamongan, jenis tanaman obat yang juga digunakan sebagai bumbu masakan. Namun ada juga menyebutkan jika lempuyang adalah Bhatara Hyang Pasupati yang mengutus tiga putranya untuk turun guna menjaga kestabilan Bali dari berbagai guncangan bencana alam. Dari versi ini disebutkan jika lempuyang berasal dari kata empu atau emong yang memiliki arti menjaga. Sejarah dan Legenda ❤️ Foto By bayu_setiya Mengacu pada Lontar Utara Kanda Dewa Purana Bangsul yang menyatakan bahwa Sang Hyang Parameswara membawa gunung-gunung di Bali dari jambudwipa yaitu di India ke Gunung Mahameru. Potongan-potongan Gunung Mahameru tersebut dibawa ke Bali dan dipecah kembali menjadi tiga buah bagian besar, kemudian dipecah kembali menjadi bagian-bagian kecil. Bagian tengah menjadi Gunung Batur dan Rinjani sedangkan pada puncaknya menjadi Gunung Agung, gunung tertinggi di Pulau Bali. Pecahannya yang jauh lebih kecil menjadi deretan gunung-gunung saling berhubung satu sama lain. Gunung-gunung yang berhubungan ini antara lain Gunung Pengalengan, Beratan, Nagaloka, Pulaki, Puncak Sangkur, Bukit Rangda, Trate Bang, Padang Dawa, Andhakasa, Sraya, Uluwatu, Tapsahi dan Gunung Lempuyang. Gunung-gunung yang telah disebutkan tadi digunakan sebagai istana para dewa manifestasi Tuhan untuk menjaga Bali dalam kepercayaan agama Hindu. Dilanjutkan bahwa Sang Parameswara menugaskan putranya yang bernama Sang Hyang Agni Jaya Sakti guna turun ke Bali dengan tujuan menjaga kesejahteraan Pulau ini. Dan putra dari Sang Parameswara ini ber-stana di Gunung Lempuyang bersama dengan dewa dewa lainnya sesuai dengan kepercayaan umat Hindu. Foto By aucoeurduglobe Beranjak ke tahun 1950 terdapat suatau hal baru yaitu tumpukan batu serta sanggar Agung yang dibuat dari pohon hidup di sekitar Pura Lempuyang. Dulu terdapat sebuah pohon Sidhakarya yang sangat besar akan tetapi saat ini sudah tidak ada lagi. Pohon tersebut dulunya berada di bagian timur. Keberadaan pohon ini hilang karena diduga tumbang atau mati secara perlahan tanpa ada generasi baru yang menggantikannya. Beranjak ke tahun 1960 dibangunlah dua padma kembar dan sebuah padma tunggal bale piyasan di lokasi pura ini. Pura Lempuyang Luhur bukan seperti pura pada umumnya. Menurut kepercaaan umat Hindu Bali, pura ini memiliki status yang penting sama seperti dengan Pura Besakih. Umat Hindu memiliki kepercayaan bahwa baik dalam konsep Padma Bhuana Catur Lokapala ataupun Dewata Nawa Sanga, pura ini sudah disebutkan di berbagai sumber Lontar atau prasasti-prasasti kuno. Terdapat tiga pura besar yang selalu disebutkan di prasasti tersebut, yakni Pura Ulun Danu Batur, Pura Besakih dan tentunya Pura Lempuyang. Aturan yang Harus Diketahui ❤️ Foto By carmensluxurytravel Oleh karena itu, karena sifatnya memang suci atau sangat disakralkan umat Hindu Bali, maka terdapat pantangan yang harus diketahui oleh para wisatawan sebelum memasuki door Pura Lempuyangan. Hal ini harus dilakukan, karena menurut kepercayaan umat Hindu jika melanggar pantangan tersebut maka akan berdampak buruk bagi si pelanggar. Jika kita melihat dari sisi agama maka kita tidak boleh mencampurkan norma-norma yang ada di agama lain ke agama kita. Oleh karena itu, diambil jalan tengah layaknya kita memasuki masjid. Alangkah baiknya kita menggunakan jilbab dan lain sebagainya atau dengan kata lain mengikuti dan melakukan apa yang harus dilakukan sebelum memasuki masjid ataupun gereja maupun tempat-tempat ibadah yang lain. Tetapi adanya kepercayaan dampak buruk jika kita melanggar tidak harus dipercayai, namun dalam batas toleransi atau mematuhi peraturan yang ada saja. Berikut ini adalah beberapa pantangan atau aturan yang harus dipatuhi sebelum memasuki pura. Tidak boleh berkata kasar saat perjalanan Sejak awal pikiran perkataan dan perbuatan harus disucikan atau diluruskan Wanita haid, sedang menyusui, orang cuntaka, anak yang belum tanggal gigi susu, alangkah baiknya tidak masuk ke pura atau bagi yang beragama Hindu tidak melakukan sembahyang di pura Membawa makanan ataupun makan daging babi saat berada di pura Tidak boleh membawa perhiasan yang terbuat dari emas karena menurut informasi yang beredar perhiasan tersebut sering kali hilang secara misterius Objek Wisata Menarik❤️ Foto By carla_enjoythelittlethings Setelah kita membahas bersama mengenai sejarah asal usul dan pantangan-pantangan sebelum memasuki area Pura Lempuyang. Maka saatnya kita membahas Pura Lempuyang sebagai tujuan wisata Bali yang harus dimasukkan di daftar tempat wajib dikunjungi. Berwisata di Bali tanpa mengunjungi Pura Lempuyang seakan belum lengkap rasanya, karena di sini kita dapat melihat keindahan Gunung Lempuyang yang mengerucut dan pemandangannya indah. Panorama gunung yang ayu dapat membius mata, serta udara sejuk menjadi pesona utama yang ditawarkan dari Pura Lempuyang Luhur. Belum diketahui secara pasti, siapa yang mengklaim bahwa Pura Lempuyang merupakan pura tertua di Bali, namun terdapat dugaan bahwa pura ini sudah ada sejak zaman Pra Hindu Budha. Berkunjung ke Pura Lempuyang juga memaksa diri kita untuk berolahraga karena kita harus menapaki tangga dengan jumlah anak tangga sebanyak lebih dari buah. Namun ketika kita menapaki anak tangga hingga ke menuju puncaknya, maka hal itu akan terbayarkan dengan suara satwa, udara sejuk serta pemandangan alam akan menjadi gaji yang tak ternilai harganya. Sesampainya di atas maka dapat berfoto dan tentu akan menghasilkan gambar yang sangat indah. Kera-kera liar juga bergelantungan di pohon-pohon, ketika kita sedang menapaki anak tangga. Ini merupakan sebuah paket olahraga menyenangkan, karena tidak hanya bermanfaat untuk kesehatan, namun juga mendapatkan kepuasan batin dengan melihat keindahan alam dari sang Maha Pencipta yang dititipkan di daerah sekitar pura ini. Cerita Masyarakat Sekitar❤️ Foto By Terdapat sebuah cerita unik yang menyatakan bahwa jika di ujung timur pulau Bali terdapat sebuah cahaya terang yang muncul dan hanya terlihat dari luar angkasa. Masyarakat sekitar percaya bahwa sinar terang atau cahaya terang tersebut adalah datang dari arah gunung Lempuyang. Terbagai Menjadi Tiga Mandala❤️ Pura Lempuyang bukanlah satu bagian utuh, melainkan terbagi lagi menjadi tiga Mandala. Tiga Mandala ini antara lain Lempuyang Sor, Lempuyang Madya dan Lempuyang Luhur. Jika mengacu pada Lontar Markandeya Purana, pura ini didirikan oleh Rsi Markandeya pada sekitar abad ke-8 Masehi. Tujuan pembangunan ini adalah sebagai tempat ibadah tentunya sekaligus untuk menyebarkan ajaran Hindu di Pulau Bali khususnya di daerah sekitar pura ini. Candi Penataran di Pura Lempuyang❤️ Foto By josep__jbp Di Pura Lempuyang juga terdapat sebuah temple yang bernama Candi Penataran. Candi ini terbilang sangat unik dan tentunya memiliki pemandangan yang indah. Untuk sampai ke Candi Penataran tersebut juga harus menyusuri anak tangga jadi mari berolahraga lagi. Candi ini memang menjadi salah satu denah dari Pura Lempuyang dan terpilih menjadi salah satu candi tertinggi di Bali. Berdasarkan informasi dari Wikipedia dan Tripadvisor, candi ini terletak di ketinggian 600 meter diatas permukaan laut dan lokasinya berada di lereng gunung Lempuyang. Ritual di Pura Lempuyang❤️ Pura merupakan tempat ibadah, oleh karena itu Pura Lempuyang tidak lepas dari ritual-ritual ibadah. Ritual ini seperti ritual piodalan atau puja wali yang ditujukan untuk merayakan kelahiran pura yang dilakukan setiap 6 bulan sekali, yakni satu hari setelah Galungan atau setiap Waraspati atau hari Kamis. Tips Mengunjungi ❤️ Foto By novemlawalata Bagi para wisatawan yang memang ingin sekali berkunjung ke Pura Lempuyang maka diharuskan memiliki ketahanan fisik. Tentunya hal ini berkaitan juga dengan umur, karena untuk mencapai puncaknya seperti yang diketahui harus menaiki anak tangga berjumlah anak tangga. Olahraga ringan sebelum berkunjung ke pura ini, seharusnya atau sepatutnya dilakukan karena agar terdapat pemanasan dari sendi-sendi serta otot tulang kita. Yang Dirasakan ❤️ Pura Lempuyang tentu menjadi pura yang sangat disakralkan bagi warga Hindu khususnya di daerah Bali. Hal ini dikarenakan untuk bisa sembahyang di pura tersebut maka umat Hindu harus berjuang menapaki anak tangga. Bisa dibilang ini merupakan perjalanan spritual yang menantang serta menjadikan pengalaman menarik bagi setiap umat Hindu. Tidak hanya melakukan kegiatan ibadah melainkan juga dapat merasakan alam lebih dekat. Hutan Masih Terjaga ❤️ Foto By alisa_hrustaleva Berbagai jenis tumbuhan dapat tumbuh dengan subur di daerah sekitar kawasan ini. Ciutan serta kicauan burung seakan menjadi sebuah irama yang sangat susah ditemukan di daerah perkotaan. Dan tentunya setiap orang pasti tidak akan menolak bahwa suara kicauan dan cuitan tersebut merupakan melodi yang dapat membuat suasana menjadi nyaman. Kawasan hutan yang juga terjaga dengan baik tentunya menjadi sebuah pemandangan yang sangat memukau. Apalagi masih terdapat kera-kera liar yang bebas bergelantungan, bermain kesana kemari, meloncat, seakan tanpa batas, tidak ada yang melarang. Alam di sini masih menyediakan ruang bagi satwa-satwa bebas. Tak Terbantahkan❤️ Keindahannya sudah tidak dapat terbantahkan lagi. Ribuan pendapat dari orang-orang yang pernah mengunjungi Pura Lempuyang mengatakan bahwa objek ini menawarkan suatu hal yang sangat khas. Hal ini bisa diketahui dari beberapa website ataupun situs yang memang menawarkan atau memberikan informasi kepada orang lain dengan pendapat-pendapat orang dari suatu tempat wisata salah satunya seperti TripAdvisor. Cocok Bagi Pecinta Alam❤️ Foto By dony_chard Berkunjung ke Pura Lempuyang merupakan hal yang harus dilakukan bagi para pecinta climbing. Walaupun pendakian di sini sebenarnya bukan pendakian yang menaiki lereng, melainkan lebih mengarah ke mendaki anak tangga. Walaupun sensasi yang ditawarkan berbeda, tetapi yang pasti risiko juga jauh lebih minim serta pemandangan juga dapat dinikmati dengan nyaman. Jalan Menuju Lokasi❤️ Pura Lempuyang dapat ditempuh sekitar 2 jam dengan mobil dari pusat Kota Denpasar. Pura ini terletak di Desa Tista, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali. Untuk mencapai pura ini maka dapat melalui kawasan wisata Candi Dasa yang melewati kota Amlapura. Terdapat jalan lain untuk menuju ke pura ini. Jalur lain ini yaitu melalui Kecamatan Selat Karang asem kemudian melalui kota Semarapura dan mengambil arah ke Jalan Besakih. Selain itu juga bisa diakses dari tour in puerta en from ubud di address atau alamat atau location pura ini. Harga Tiket Masuk ❤️ Harga tiket masuk Pura Lempuyang sebenarnya tidak ada, melainkan hanya digantikan sebagai biaya parkir yakni Rp. per mobil. Jadi sebelum sampai ke Pura Lempuyang maka wisatawan harus berjalan dari tempat parkir kemudian menyusuri anak tangga sebanyak anak tangga dan barulah sampai ke Puncak Pura Lempuyang. Aspek Kesejarahan Belum Valid❤️ Memang di awal kita sudah menjelaskan mengenai sejarah asal usul ataupun hal-hal yang berkaitan dengan Pura Lempuyang. Namun keakuratan data ini memang belum dapat dipastikan secara pasti. Tetapi dari informasi yang beredar dan informasi yang telah disebutkan di atas adalah yang paling sering diutarakan oleh orang-orang. Namun yang jelas pura ini memiliki keindahan alam luar biasa serta nuansa alam masih begitu terasa. Memang memahami sejarah dari berdirinya suatu tempat merupakan sebuah hal penting. Tetapi hal ini telah disebutkan pada informasi yang telah diatas bahwa tujuan pura tersebut adalah statusnya sebagai tempat sembahyang dan menyebarkan ajaran Hindu. Walaupun informasi ini belum dapat dijadikan sebagai acuan yang paling benar karena informasi dari sejarah ataupun asal-usulnya diambil dari beberapa sumber yang kemudian dirangkum menjadi satu. Aditya Chandra Febriawan atau lebih dikenal dengan nama Adit. Memiliki pengalaman menulis sejak 2015. Adit adalah seorang penulis berasal dari Karangploso, Kabupaten Malang. Adit memiliki hobi Membaca, Penelitian, Menonton Film dan Menulis di
KARANGASEM- Seorang warga Perancis, Dominique, meninggal dunia di kawasan Pura Lempuyang, Dusun Purwayu, Desa Tribuana, Kecamatan Abang, Karangasem, Jumat (3
– Pura Lempuyang yang berada di Karangasem, Bali merupakan pura yang memesona. Meski seorang turis mengaku kecewa usai berkunjung kemari lantaran aslinya tak seheboh gambar yang dilihatnya di instagram, Pura Lempuyang tetap menyimpan banyak keunikan. Bagi masyarakat Bali, Pura ini dianggap suci dan masuk ke dalam Pura Sad Kahyangan. Nah, jika Kamu ingin berkunjung ke Pura Lempuyang berikut ini beberapa panduan untuk Kamu yang ingin datang ke Pura Lempuyang 1. Datanglah Pagi Hari ke Pura Lempuyang Waktu paling direkomendasikan untuk berkunjung ke Pura Lempuyang adalah saat pagi hari. Pemangku di Pura Lempuyang Luhur mengatakan pagi hari menjadi saat yang cocok untuk penyucian juga Viral, Turis Asing Kecewa saat Berburu Foto Pura Lempuyang Bali Dengan berkeliling ke tujuh pura, wisatawan bisa menghirup udara Bukit Lempuyang yang bersih dan segar. 2. Ambillah Gambar dengan Posisi yang Tepat Wisatawan yang datang ke pura dan ingin mengambil foto, biasanya mengambil sudut pengambilan gambar gapura pura. Dengan sudut pengambilan foto yang tepat, di tengah gapura tampak Gunung Agung dalam ukuran presisi. Baca juga Kisah Nyata saat Berburu Berfoto Instagramable di Pura Lempuyang BaliFoto yang beredar di instagram, bahkan banyak yang menggunakan aplikasi pembesaran obyek yang ada di smartphone untuk mendapatkan efek Gunung Agung terlihat besar. Tanpa menggunakan, jasa ilusi foto sebenarnya wisatawan juga bisa memanfaatkan pantulan air hujan yang ada ketika sedang musim hujan untuk mendapatkan efek pantulan pura di air. 3. Persiapkan Fisik / Silvita Agmasari Pura Lempuyang Luhur, Karangasem, Bali. Guna mencapai Pura Lempuyang yang ada di puncak Gunung Lempuyang, maka wisatawan harus melewati anak tangga. Pura ini berada di ketinggian meter di atas permukaan laut, karena itulah sebelum kemari persiapkan fisik sebaik mungkin. Ada baiknya pengunjung makan dahulu, dan membawa air putih untuk minum saat kemari. 4. Taati Aturan Karena Pura Lempuyang digunakan sebagai tempat ibadah, maka ada beberapa aturan yang harus ditaati wisatawan. Diantaranya adalah tidak boleh memasuki Pura bagi wanita yang sedang dalam kondisi haid, tidak boleh mengambil foto dengan mengangkat kaki terlalu tinggi, karena akan dianggap tidak sopan. Serta tidak diperbolehkan bicara kotor selama berada di lingkungan Pura. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. PuraLempuyang, Surga di Pulau Dewata: Pura Lempuyang Luhur salah satunya objek wisata di Bali, dan sebagai tempat suci untuk umat Hindu, pura berada
MeyriscaTangerang, kontribusiApr 2022 • TemanPura Lempuyang adalah termasuk pura yg besar, karena di sinilah orang2 Hindu merayakan jika ada hari raya mereka. Sebelum naik ke Pura dengan angkutan yg berbayar, kami sewa baju dulu untuk dipakai foto2 di atas. Spot foto yang populer adalah di salah satu gerbang pura dimana ada photographer yang memotret kita dengan cara mendekatkan kaca pada kamera agar terlihat seperti bayangan. Spot lain tentu saja pura2 disekitar situ. Ada lagi spot foto di area bawah dimana kita seperti ada di negeri di atas awan...heheheDitulis pada 18 Juli 2022Ulasan ini adalah opini subjektif dari anggota Tripadvisor, bukan dari Tripadvisor LLC. Tripadvisor melakukan pemeriksaan terhadap 2021 • Temansembahyang keliling hampir 5 jam perjalanan dari penataran sampai puncak, wah seru pokoknya, capek gak kerasa karena view nya cakep sekali, hati hati juga ada monyet di deket luhur, Ditulis pada 27 Maret 2022Ulasan ini adalah opini subjektif dari anggota Tripadvisor, bukan dari Tripadvisor LLC. Tripadvisor melakukan pemeriksaan terhadap 2021 • KeluargaPura lempuyang adalah pura yang sangat luar biasa , memiliki pemandangan yang sangat amat bagus dang memiliki suhu yang sangat dingin Ditulis pada 8 Desember 2021Ulasan ini adalah opini subjektif dari anggota Tripadvisor, bukan dari Tripadvisor LLC. Tripadvisor melakukan pemeriksaan terhadap 2020 • TemanIni adalah kali ke 2 ak mengunjungi tempat persembahyangan ini. Memang sulit untuk menjangkaunya akan tetapi tempat ini sangatlha indah jauh di atas ketinggian. Luar biasaDitulis pada 26 Oktober 2021Ulasan ini adalah opini subjektif dari anggota Tripadvisor, bukan dari Tripadvisor LLC. Tripadvisor melakukan pemeriksaan terhadap 2020 • SendiriPura Ayu lempuyang, terletak di dataran tiinggi daerah karangasem, kecamatan abang.. saya datang untuk beribadah sekaligus cocok untuk kurang lebih 2jam dari kota denpasar, berharap lain waktu bisa untuk berkunjung pada 10 Maret 2020Ulasan ini adalah opini subjektif dari anggota Tripadvisor, bukan dari Tripadvisor LLC. Tripadvisor melakukan pemeriksaan terhadap 2020 • TemanPura yg LUAR BIASA...Terletak di puncak Bukit Bisbis atau Gunung Lempuyang, Karangasem. Pura Lempuyang Luhur ini mrp salah satu Pura Sad Kahyangan di Bali. Pura Lempuyang Luhur ini diyakini merupakan stana Hyang Gni Jaya atau Dewa Iswara, yg terletak di arah timur. Untuk mencapai pura ini sdh tersedia jalur berupa tangga sampai menuju pura, namun sbelumnya kita akn temui terdahulu Pura Lempuyang Madya, dimana sy tiba melalui jalur ini. Sbelum ke Pura Lempuyang Madya, sy sembahyg trdahulu di Pura Telaga Sawang utk mohon pembersihan rohani, kemudian lanjut ke Pura Lempuyang Madya, Pura Puncak Bisbis, Pura Pasar Agung, dan terakhir Pura Lempuyang Luhur. Perasaan bahagia tak terkira saat mencapai puncak dan tiba di Utama Mandala Pura Lempuyang Luhur. Sangat Layak dan Wajib pada 24 Februari 2020Ulasan ini adalah opini subjektif dari anggota Tripadvisor, bukan dari Tripadvisor LLC. Tripadvisor melakukan pemeriksaan terhadap 2019 • KeluargaPure Lempuyangan Karang Asem Bali dng latar gunung agung menjadi destinasi wajib bagi penggemar wisata alam pegunungan sungguh suguhan lukisan alam yang eksotik INDONESIA KEREN .. INDONESIA BAGUSDitulis pada 8 Januari 2020Ulasan ini adalah opini subjektif dari anggota Tripadvisor, bukan dari Tripadvisor LLC. Tripadvisor melakukan pemeriksaan terhadap 2019Salah satu destinasi wisata di bali timur, dengan pemandangan yang luar biasa indah, cocok dikunjungi bersama keluarga dan teman-teman. Ditulis pada 27 Desember 2019Ulasan ini adalah opini subjektif dari anggota Tripadvisor, bukan dari Tripadvisor LLC. Tripadvisor melakukan pemeriksaan terhadap 2019 • KeluargaMenjalani liburan di pulau Bali, banyak sekali tempat yang bisa di kunjungi, dari wisata alam,pura, pegunungan, perairan, pantai, taman Nasional, dan masih banyak lagi yang yang di juluki pulau seribu pura ini, sudah terkenal di seluruh dunia sehingga tidak pernah sepi dari pengunjung baik lokal maupun internasional,dan di zaman modern sekarang ini sudah semakin banyak tempat persinggahan yang menarik yang bisa di nikmati,dan banyak hal yang bisa dilakukan jadi kalian yang ingin merasakan suasana keindahan pulau Bali bisa bergabung dengan Link yang ada dan nomor telepon yang tertera dan bisa melakukan konsultasi untuk tempat, harga dan lainnyaDitulis pada 26 September 2019Ulasan ini adalah opini subjektif dari anggota Tripadvisor, bukan dari Tripadvisor LLC. Tripadvisor melakukan pemeriksaan terhadap 2019 • TemanLempuyang is pura yang tertinggi di bali yg letaknya di sebelah timur,dengan pemandangan bukit yg indah, bagus untuk kesehatan di kunjungi jika mau jalur timurDitulis pada 23 September 2019Ulasan ini adalah opini subjektif dari anggota Tripadvisor, bukan dari Tripadvisor LLC. Tripadvisor melakukan pemeriksaan terhadap 1-10 dari 167 hasil
Indonesiainsideid, Jakarta -- Pura Lempuyang Luhur merupakan salah salah satu tempat suci bagi umat Hindu di Bali. Keindahan panorama gunung yang memukau, No Result
Harga - WITANo Telepon-AlamatJl. Pura Telaga Mas Lempuyang, Tri Buana, Abang, Karangasem, Bali, Indonesia, 80852Pura Lempuyang merupakan salah satu pura tertua yang sangat dihormati oleh masyarakat Bali sebab merupakan salah satu Sad Kahyangan Jagad. Yang mempunyai maka ” Enam Suaka Dunia ” serta apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia akan berbunyi “enam tempat peribadatan paling suci di bali.”Lokasinya yang terletak di kawasan ketinggian mdpl dengan ketinggian pura mencapai 600 meter., membuat pura ini seperti pura di atas Asal usul nama2. Sejarah puraObjek Wisata1. Jalan setapak2. Gates of heaven3. Monyet ekor panjang4. Candi Gelung Jaba TengahFasilitasLokasiRuteJam OperasionalHarga Tiket MasukTipsSejarah1. Asal usul namaYang pertamaSebetulnya terdapat beragam versi yang mengisahkan seputar sejarah asal muasal dari nama pura lempuyang yang ada di karangasem Bali yang pertama mengisahkan jika nama Lempuyang itu berasal dari kata ” lampu ” yang berarti sinar serta ” hyang ” yang berarti sebutan untuk Tuhan,Dengan pengambilan kata tersebut, maka arti dari pura lempuyang itu sama seperti sinar suci tuhan yang terang tersebut juga sesuai dengan lokasi pura ini yang ada di bagian Timur pulau Bali yang merupakan awal dari matahari terbit serat memberikan penerang untuk kehidupan di hal tersebut juga serasi dengan Pura Sad Kahyangan di Bali, yang mana di sisi Timur merupakan tempat Dewa Iswara ada lengkap dengan senjata Bajra – nya yang mempunyai simbol berwarna putih dalam bentuk sinar untuk memberikan keduaAsal muasal dari nama Lempuyang yang kedua yakni ada orang yang menyebutkan jika lempuyang merupakan nama dari sebuah jenis tanaman yang sering digunakan untuk dijadikan rempah dalam itu berhubungan dengan nama dusun atau banjar yang ada di area Pura Luhur Lempuyang dengan menggunakan nama tanaman seperti Bajar Gamongan serta ketigaSerta yang ketiga tau yang terakhir yakni asal muasal nama pura ini yang berasal dari kata ” empu ” atau memomong atau yang memiliki arti tersebut juga sejalan dengan keterangan yang menerangkan jika Hyang Pasupati mengutus ketiga putra beliau guna menjaga Bali diutus guna menjaga Bali Dwipa dari semua bentuk ancaman atau guncangan dari bencana alam atau yang lainnya, sehingga pulau Bali tersebut menjadi aman dan Desa Penglipuran2. Sejarah puraPura Lempuyang Luhur sebetulnya merupakan sebuah nama dari salah satu tujuh pura yang ada di area komplek candiSelain Pura Lempuyang, juga terdapat pura lainnya sepertiPura Lempuyang MadyaPura Telaga MasPura Telaga SawanganPura Puncak BisbisPura Pasar AgungPura Penataran LempuyangUntuk Pura Lempuyang Luhur sendiri merupakan pura utama yang menjadi pura paling tertinggi di dalam Komplek candi yang posisinya ada di sepanjang jalur pendakian tersebut menuju ke arah puncak Gunung Lempuyang atau yang juga disebut sebagai bukit gamongan di bagian Bali Luhur Lempuyang merupakan pura yang paling populer serta paling banyak dikunjungi oleh para wisatawan sekaran ini mempunyai karakteristik yang khas berupa gerbang putih candi bentar yang menjulang tinggi lengkap dengan tiga tangga naga dan juga tiga gerbang kori kutip dari wikipedia dan juga uraian dari tour guide asli yang terdapat di pura lempuyang karangasem, sejarah dari Pura Lempuyang ini mencatat jika komplek candi yang ada daerah karangasem ini ternyata didedikasikan untuk Ida Betara Hyang Iswara yang merupakan Dewa Penjaga Lempuyang Luhur ini menjadi tempat peribadatan untuk semua umat beragama Hindu di Pulau Bali yang tidak membedakan kasta, warna maupun dengan bhisama Sang Hyang Agni Jaya yang menyebutkan di dalam lontar Brahmanda Purana bahwa orang hindu bali wajib untuk minimal satu kali semasa usia hidupnya untuk menyempatkan sembahyang di Pura Lempuyang Luhur Luhur mempunyai susunan bangunan utama berdiri megah serta berada di lahan yang paling luas. Bangunan utama ini membentang diantara pegunungan sehingga membuat kawasan ini mempunyai udara yang kalian hendak berkunjung ke bangunan ini, maka kalian harus menaiki anak tangga sebanyak Pura UluwatuObjek Wisata1. Jalan setapakSeperti yang telah dijelaskan sebelumnya, untuk mencapai lokasi pura, maka kalian harus berjalan kaki dengan melewati ratusan anak setapak sudah menggunakan beton yang terdiri atas jalur menanjak serta jalur Gates of heavenPada saat waktu sore menjelang malam, kalian dapat menikmati keindahan dari suguhan cahaya sunset yang terlihat berwarna ini sangat tepat digunakan untuk berfoto, tepatnya di bagian gerbang atau candi Bentar yang terdapat di Pura Lempuyang saking indahnya candi itu, kemudian banyak orang yang menyebutnya sebagai “Gates Of Heaven Bali”.Baca Tanah Lot3. Monyet ekor panjangMonyet yang berada di area pura lempuyang adalah hewan liar. Meski demikian, monyet – monyet tersebut tidaklah ini, jarang sekali ada catatan mengenai penyerangan monyet terhadap manusia, baik itu pada penduduk lokal, pemedek, maupun untuk berhati – hati, sebaiknya kalian tidak mengenakan perhiasan emas yang mencolok layaknya kalung panjang maupun anting yang kilau cahaya dari perhiasan semacam itu dapat memancing monyet untuk Candi Gelung Jaba TengahArsitektur yang diterapkan dalam pura ini sangatlah megah, indah serta cantik dengan ornamen khas tradisional Bali yang nampak jumawa dengan memisahkan sisi bagian luar pura dengan bagian tersebut seolah memisahkan sifat dari sifat keduniawian manusia dengan tujuan rohani serta mendekatkan diri dengan Sang tangga ke arah kawasan madya mandala yang nantinya menuju kawasan utama mandala Pura Penataran Agung Lempuyang juga telah diapit oleh sepasang patung Naga Anantaboga dengan disepanjang pura telah berjejer deretan patung Pandawa, mulai dari patung yang paling bawah yakni patung Sahadewa, Nakula, Arjuna, Bima, Yudistira serta yang paling atas terdapat patung Krisna yang terkenal sebagai penjelmaan dari dewa psikis letak tata lokasi dari berbagai patung tersebut memberikan penegasan pada masing – masing jenjang area yang mempunyai arti yang parkirToiletWarung kecilRest roomSpot fotoLokasiPura Lempuyang berada di alamat Jl. Pura Telaga Mas Lempuyang, Tri Buana, Abang, Karangasem, Bali, Indonesia, KutaKalian tinggal mengarahkan kendaraan kalian menuju ke arah kabupaten karangasem – gianyar – klungkung – sampai tiba di lokasi – kira kalian akan menempuh waktu perjalanan sekitar 2 jam menuju pura lempuyang, setibanya di karangasem untuk kalian yang membawa mobil carilah lokasi terminal kalian akan akan menitipkan kendaraan, kemudian kalian lanjutkan perjalanan dengan menggunakan mobil pick up menuju pura untuk kalian yang membawa motor dapat melanjutkan perjalanan ke arah puncak lokasi pura lempuyang dengan menggunakan motor dari lokasi terminal ke pura lempuyang dapat ditempuh dengan berkendara motor sekitar 30 motor di lokasi pura DenpasarKalian arahkan kendaraan kalian menuju kawasan Candi Dasa, kota kalian akan menempuh perjalanan kurang lebih salam 2 jam menuju Lempuyang Luhur. Selepas itu, kalian akan menjumpai plang papan nama besar yang berhubungan dengan lokasi pas pura OperasionalPura Lempuyang buka setiap harinya Senin – Minggu mulai dari pukul – Tiket MasukKategoriHarga TiketTiket Pura Lempuyang merupakan tempat yang suci, maka ada beberapa ketentuan yang harus kalian patuhi, antara lainDilarang mengenakan pakaian terbuka – Tidak semua yang berkunjung memperoleh izin untuk mendaki hingga ke atas memakai drone – Peringatan ini ditujukan untuk para fotografer. Walaupun diperkenankan untuk membidik gambar, namun pemakaian drone dilarang, hal tersebut bertujuan supaya tidak mengganggu proses ibadah. Salah satu alasannya yaitu karena ia mengenakan pakaian mini atau terbuka bahkan area bahu serta lutut juga harus tertutup. Aturan tersebut dikenakan guna menjaga kesucian dari pura sebagai pusat ritual ciuman – Berhubung. Di kawasan pura ini sangat religius sehingga semua bentuk ciuman sangat diharamkan di area mengenakan kain – Sebagai bagian dari tradisi disana, setiap orang yang berkunjung ke pura wajib untuk mengenakan sarung minimal selutut yang disewakan di pintu masuk wanita yang sedang datang bulan, tidak diperbolehkan untuk memasuki areal diperbolehkan untuk masuk dengan membawa makanan atau jika kalian sebelumnya memakan daging Babi PuraUlun Danu Batur di Utara sebagai sthana Dewa Wisnu. 2. Pura Besakih di Timur Laut sebagai sthana Dewa Shambu. 3. Pura Lempuyang di Timur sebagai sthana Dewa Iswara. 4. Pura Goa Lawah di Tenggara sebagai sthana Dewa Maheswara. 9 5. Pura Andakasa di Selatan sebagai sthana Dewa Brahma. 6. Pura Uluwatu di Barat Daya sebagai sthana Dewa Rudra. 7. Pura ini terletak di puncak bukit Bisbis, termasuk wilayah kecamatan Abang, Kabupaten Daerah Tingkat II Karangasem, sebagai tempat suci untuk memuliakan dan memuja Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam perwujudannya sebagai Icwara. Pura ini berstatus sebagai salah satu “Sad Kahyangan Jagad” sehingga dengan demikian jelas bahwa pura ini merupakan penyungsungan jagat yg terletak pada arah timur pulau Bali. Dengan demikian dilihat dari segi letak, dapat dijelaskan bahwa fungsi dari pura ini sebagai perlambang untuk menjaga keseimbangan alam semesta. Berdirinya Pura Lempuyang Luhur ini tidak dapat dipisahkan dengan peristiwa turunnya “Bhatara Tiga” pada zaman dahulu dari gunung Semeru di Bali dan kejadian-kejadian sesudah peristiwa tersebut. Dari sekian banyak sumber , ada baiknya dikutip tiga buah diantaranya, yaitu 1. Babad Pasek Di Dalam Babad Pasek ini antara lain diuraikan demikian Malawas lawas ayusa ikang rat 70 tahun, dina, Ka, Su, Tolu, sasih Kalima, tang ping 5, rah panenggek 1, tandwa hana riris deres, ketug dahat banter, lindu 2 sasih tahun icaka 113, malih makepelug hyanghing tolankir, mijil Bhatara Putrajaya tumut arin Ida Bhatari Dewi Danuh, tumurun maring Besakih, abhiseka Bhatara Mahadewa, arine Bhatari Dewi Danuh, aparhyangan maring hulun danu, mwah Bhatara Gnijaya aparhyangan maring giri Lempuyang duking lumampah Bhatara Tiga tinuduh de Bhatara Pacupati “Kita Mahadewa mwang Danuh, Gnijaya, agelah ta kita ku kinon samangke, tumedun wontening Balirajya, didine tistis kang Balipulina, kita maka panghuluning Bali”, mangkana andika Bhatara Pacupati, neher matilar Bhatara Tiga, anging hana atur ira ”Singgih Hyang Bhatara dening nanak Rahadyan Bhatara kari rare, durung weruh maring wratmika”, mangkana atur Bhatara Tiga. Sumahar Bhatara Pacupati, ling ira ”Aja walat hati hulun lugraha maka awantha, apan kita anang manira, puja den ira agya siniwi maring Bali”, ri wus samangkana, raris sinaput bhatara tiga, olih toktoking nyuh gading de Bhatara Pacupati, wus sinaputan, winasta olih Bhatara, awtning takya ajnanan, wus mangkana lumaku Bhatara Tiga, raris dteng arnawan awan ira, mangkana pawijilan bhatara nguni…..dan seterusnya Artinya kurang lebih seperti berikut Lama kelamaan berumur dunia ini 70 tahun, pada hari Sukra Keliwon, wara Tolu, sasih Kalima sekitar bulan November tanggal ping 5, rah panenggek 1, lalu turun hujan lebat, halilintar sambung menyambung, gempa bumi, selama 2 bulan, tahun icaka 113 tahun 191 M, lagi meletus gunung Agung tersebut. Keluar Bhatara Putrajaya, ikut adik beliau Bhatari Dewi Danuh, tiba di Besakih, dengan bergelar Bhatara Mahadewa, adiknya Bhatari Dewi Danuh, berparhyangan di Hulun Danu sedang Bhatara Gnijaya berparhyangan d gunung Lempuyang. Tatkala berangkat Bhatara Tiga di perintahkan oleh Bhatara Pacupati “Kamu Mahadewa dan Danuh, Gnijaya segera kamu kuperintahkan sekarang juga, datang di pulau Bali, supaya menjadi stabil pulau Bali, kamu sebagai pimpinan bali, demikian bersabda Bhatara Pacupati, lalu berangkat Bhatara Tiga, akan tetapi ada atur beliau “Ya Hyang Bhatara oleh karena putera Rahadyan Bhatara masih anak-anak, belum mengetahui pada jalan”, demikian atur Bhatara Tiga. Dijawab oleh Bhatara Pacupati, sabda beliau ”Jangan susah hati akan kuberikan petunjuk jalan, sebab kamu anakku, junjunglah terimalah olehmu untuk dimuliakan di Bali, sesudah demikian lalu dibungkus Bhatara Tiga, dengan kepala gading oleh Bhatara Pacupati, setelah dibungkus, digaibkan oleh Bhatara, dengan kekuatan bathin, dan sesudah apa berangkat Bhatara Tiga, lalu sampai perjalanan beliau, dengan demikian tibanya Bhatara dahulu……dan seterusnya. 2. Lontar Kutarakanda Dewapurana Bangsul Didalam lontar Kutarakanda Dewapurana Bangsulada disinggung mengenai Lempuyang, yang antara lain disebutkan sebagai berikut Na wuwus Sanghyang Paramecwara ri tanayan ira para watek Dewata samudaya, muka mukya sira Sanghyang Gnijayacakti, ling ira ”Aum ranak mami ri kita makabehan, adon sira turuna mareng banwa ing Bangsul, kumemit kang Bangsuri, maneher kita Dewata luminggeng haan rumaksa kang rat, wenang pinilih ikang gunung maka stanata sowing-sowang, ginawe Kahyangan, wuwus hana gunung-gunung saider ing banwa Bangsul, piniyoghaken mami ing dangu, mwang ginawan mami sangke Jambhudwipa nguni, mami nenah aken maring Bangsul, Sanghyang Mahameru pangaranya dak mami pukah madyanya atut pucaknya, dak sun waweng Bangsul, sapraptan irang Bangsul maha kweh pukahnya, arimbag abungkul agung alit manuli tiba ring bhumi, saha ungguhanya matemahan geger-geger, mwang pagunungan, werdhi maring Bangsul, an mangkana anakku Dewata kita kabeh, hana katemu denta gunung Agung, tinengeran giri raja, maring Airsanya, ya ta gunung mas mapucak manik, adasar ratna kopala winten, akrikilmirah, apasir podhi, ya tika agran ira Hyang Mahameru gnuni, ingsun, ingsun, ginawa mareng bangsul, sun parah tiganen, kang sabagi dadi gunung Batur, maka dadi daour candi Hyang Agni siring pratiwi tala, ikang sabagi isornya, sundadya akna gunung Rinjani, ikang pucuk dadi ira dadi Hyang Tolangkir, ngaran gunung sasor nikang gunung Agung ika lwirnya, saka purwa amilangi, kawruh akna pangaranya, gunung Tasahi, kulonya gunung Pangelengan, kulonya gunung Mangu, kulonya gunung Cilanjana, kulonya gunung Beratan, kulonya gunung Watukaru, kulonya mwah pagunungan Nagaloka, kulonya mwah, nga, gunung Pulaki, mangidul Wetan sakeng rika hana gunung Pucaksangkur, Bukit Rangda, tratebang, Mangetanya mwah hana Padangdawa, mwah ikang pasisi Kidul, hana gunung Andakasa mwang Huluwatu, terus mangetana maring ghneya desan ira hana gunung Byaha, mwang Byasmuntig, ikang maring Purwa hana gunung Lempuyang, mangalora saka rika hana gunung Sraya, samangkana pasama dayaning acala sumimpa maring bangsul, ndan makweh kari geger kang maring madya, tan ucapa akna. Ika ta kabeh wenang maka ungguhaning dharma kahyangan para Dewata kita makabehan. Artinya kurang lebih demikian Demikian sabda Sanghyang Paramecwara kepada puteranya para dewata sekalian, terutama sekali Sanghyang Gnijaya cakti, sabda beliau “Wahai anakku kamu sekalian, kamu kusuruh datang di daerah Bali, menjaga pulau bali, lalu kamu menjadi Dewata selaku penguasa di sana, boleh memilih gunung sebagai tempat tinggalmu masing-masing, membuat kahyangan, sudah ada gunung-gunung diseluruh daerah Bali, yang adanya itu berkat yoghaku dahulu, dan aku bawa dari India dahulu, aku tempatkan di daerah Bali, Sanghyang Mahameru namanya yang aku potong pertengahan termasuk puncaknya, dan aku bawa ke Bali, setibanya di Bali banyak bagian-bagiannya, menjadi pecahan besar kecil kemudian ditempatkan di daratan, serta letaknya menjadi gundukan, dan pegunungan, selamat di Bali, demikianlah anakku engkau dewata sekalian, kamu akan jumpai gunung Agung, sebagai tanda gunung besar, di sebelah timur laut, itu lah gunung mas yang berpuncak manik, berdasar ratna winten, berbatu mirah,berpasir padi, itulah puncaknya gunung Hyang Mahameru dahulu, aku, aku bawa gunung Batur, sebagai dapur candi Hyang Agni yang ada di bawahnya, yang sebagian di bawahnya, aku jadikan gunung Rinjani, sedang pundaknya menjadi Hyang Tolangkir, bernama gunung Agung, puncaknya menjadi pegunungan dan gundukan, dibawah gunung Agung itu seperti, dari Timur menghitunganya, akan diketahui namanya, yaitu gunung Tasahi, di baratnya gunung Pangelengan, dibaratnya gunung Mangu, di baratnya gunung Cilanjana, di baratnya gunung Beratan, di baratnya gunung Batukaru, di baratnya lagi gunung Pulaki, ke tenggara dari sana terdapat gunung Puncaksungkur, bukit Rangda, Trate bang, kesebelah timur lagi ada Padangdawa, sedang di pantai selatan, ada gunung Andakasa dan Huluwatu, terus ke timur di sebelah tenggara tempatnya ada gunung Byaha dan Byasmunting, yang di sebelah timur ada gunung Lempuyang, ke sebelah utara dari sana ada gunung Sraya, demikianlah semuanya yang mengelilingi pulau Bali, dan masih banyak gundukan yang di tengah, yang tidak disebutkan. Itu semua boleh sebagai tempat tinggal membuat Kahyangan para dewata kamu kalian. 3. Prasasti Desa Sading Di dalam prasasti desa Sading antara lain disebutkan bahwa gunung Lempuyang juga disebut “Andri Karang” yang bermakna gunung Karang, dan disana Raja Jayacakti melakukan Samadhi yang akhirnya dalam sejarah perjalannya lebih dikenal dengan sebutan “Karangasem”. Mengenai gunung Lempuyang ini juga erat kaitannya dengan datangnya Raja Jayacakti di Bali, yang dikisahkan sebagai berikut Pada sekitar tahun icaka 1072 tahun 1150 M pada sasih Kasanga, tanggal ping 12, bertepatan dengan bulan separoh terang, wara Julungpujut, Cri Maharaja Jayacakti menyelenggarakan rapat dengan para pimpinan perang utama Rakryan Apatih dan dibawah Rakryan, pada suatu rapat besar, raja berkehendak pergi ke pulau Bali bersama degnan permaisurinya, dan beliau berkeinginan beristana di “Ardri Karang”. Beliau dating ke bali ikut karena ada perintah dari ayah beliau yaitu Sanghyang Guru, dengan tujuan untuk membuat dharma disana di gunung Lempuyang sebagai penyelamat pulau bali, disertai oleh segenap Pandita Ciwa dan Budha, dan Uga Mantri Agung ikut. Disanalah Raja Cri Jayacakti dijadikan raja oleh masyarakat. Tidak senanglah beliau dijadikan raja, oleh karena beliau bertingkah laku baik dan tidak digoyahkan oleh pikiran tamak, loba, ataupun pikiran pamerih didalam masyarakat, segenap abdinya sangant menghormati, sebab beliau raja yg berhasil dan sempurna dalam disiplin bathinnya. Adapun selaku abdinya jumlahnya tidak terhitung banyaknya, dan mantrinya saja yang menghitung, mengatur yaitu berjumlah 400 orang termasuk pasukan dari Jawa. Beliau juga disebut Maharaja Bima ialah Cri Bayu atau Cri Jaya atau Cri Gnijayacakti. Selanjutnya disebutkan sebagai berikut. Dari ketiga buah sumber tersebut dapat diketahui, bahwa sebagai awal berdirinya Pura Lempuyang Luhur ini erat kaitannya dengan tibanya Bhatara Tiga di bali, dimana antara lain disebutkan bahwa Bhatara Tiga tiba di di Bali pada hari Jumat Kliwon, wara Tolu, bertepatan dengan sasih bulan Kalima pada tahun icaka 113 sekitar November 191. Sebagaimana sudah disebutkan terdahulu bahwa diantara Bhatara Tiga itu Bhatara Gnijaya berparhyangan di gunung Lempuyang bukit bisbis. Bhatara Tiga tiba di Bali dari gunung Semeru Jawa Timur atas perintah Bhatara Pacupati, untuk dijadikan junjungan pulau Bali. Sedang peristiwa-peristiwa yang terjadi kemudian seperti tibanya Raja Cri Jayacakti yang kemudian bersemedhi disana adalah merupakan kelanjutan dan kelengkapan semata-mata. Di Pura Lempuyang Luhur ini terdapat suatu yang menarik dan merupakan keistimewaan dan bersifat khusus ialah dengan terdapatnya serumpun bambu “Buluh Gading”. Di dalam ruas-ruas bambu ini akan didapat “tirta” air suci yang lazim disebut “Tirta Pingit”, karena tidak setiap orang yang dating sembahyang kesana akan memperolehnya, melainjkan hanya suatu kelompok keturunan saja yang mendapatkan tirta tersebut, sedang dari warga lainnya tidak mungkin. Pangempon Pura Lempuyang Luhur ialah seluruh kerama desa Puraayu, adapun susunan, jumlah dan nama palinggih bangunan suci yang terdapat di Pura Lempuyang Luhur adalah sebagai berikut Sebuah Padmasana yang terletak pada bagian Utara menghadap ke Selatan sebagai parhyangan Bhatara Luhuring Akasa Dua buah palinggih berbentuk seperti padmasana yang pondasinya menjadi satu terletak pada bagian Timur menghadap ke Barat. Yang sebelah utara sebagai Parhyangan Hyang Gnijaya dan yang di sebelah Selatan sebagai Parhyangan para putera beliau. Sebuah Bale Pawedhan atau Phyasan sebagai tempat meletakkan sajen dan sekaligus sebagai Bale Pawedhan tempat memuja. Sebuah bangunan Gedong Pasimpenan, sebagai tempat menyimpan alat-alat upacara. Palinggih yang terdapat di Pura Lempuyang Luhur, lazim juga disebut Kahyangan “Tri Purusa” yaitu Ciwa, Sadha Ciwa, dan Parama Ciwa sebagai perwujudan Ida Sanghyang Widhi Wasa. Upacara aci atau pujawali di Pura Lempuyang Luhur ada dua jenis yaitu setiap enam bulan Bali 210 hari bertepatan dengan hari Kamis Umanis, wara Dungulan Umanis Galungan dan pada setiap Purnamaning Wesaka Purnama sasih kadasa. Pemangku dari Pura Lempuyng Luhur ini selalu dijabat oleh satu keturunan secara tradisional menurut garis purusa patrilinial, sedang mengenai “pengangge” yang dipergunakan di Pura Lempuyang Luhur ini selalu berwarna putih dan kuning. Bilamana aka diselenggarakan upacara aci atau piodalan seluruh bahan-bahan ramuan disediakan oleh para “Truna” pemuda, sedangkan yang mengerjakannya adalah para “ “Daha” krandan ialah para wanita remaja. Ini dimaksudkan agar, semuannya bersifat suci, karena rohaniah, walaupun kadang-kadang hal ini belum dapat sebagai jaminan mengenai kesucian tersebut. Dalam berbagai sumber lontar atau prasasti kuno, ada tiga pura besar yang sering disebut selain Besakih dan Ulun Danu Batur, yakni Pura Lempuyang. Pura Lempuyang Luhur terletak di puncak Bukit Bisbis atau Gunung Lempuyang, Karangasem. Pura ini diduga termasuk paling tua di Bali. Bahkan, diperkirakan sudah ada pada zaman pra-Hindu-Buddha yang semula bangunan suci yang terbuat dari batu. Pura Lempuyang itu merupakan stana Hyang Gni Jaya atau Dewa Iswara. Bagaimana cikal bakal berdirinya Pura Lempuyang? Ada sebuah informasi berdasarkan pemotretan dari angkasa luar, di ujung timur Pulau Bali muncul sinar yang amat terang. Paling terang dibandingkan bagian lainnya. Namun tak diketahui pasti dari kawasan mana sinar itu, tetapi diduga dari Gunung Lempuyang. Soal arti dari Lempuyang, ada berbagai versi. Dalam buku terbitan Dinas Kebudayaan Bali 1998 berjudul ”Lempuyang Luhur” disebutkan, lempuyang berasal dari kata ”lampu” artinya sinar dan ”hyang” untuk menyebut Tuhan, seperti Hyang Widhi. Dari kata itu lempuyang atau lampuyang diartikan sinar suci Tuhan yang terang-benderang mencorong/ menyorot. Pura Lempuyang itu merupakan stana Hyang Gni Jaya atau Dewa Iswara. Versi lain menilik ”lempuyang” sebagai sebuah kata yang berdiri sendiri. Di Jawa lempuyang itu menunjuk sejenis tanaman untuk bumbu. Hal itu juga dikaitkan ada banjar di sekitar Lempuyang bernama Bangle dan Gamongan, keduanya juga tanaman sejenis yang bisa dipakai obat atau bumbu. Versi lain juga menyebut dari kata ”empu” atau ”emong” yang diartikan menjaga. Batara Hyang Pasupati mengutus tiga putra-putrinya turun untuk mengemong guna menjaga kestabilan Bali dari berbagai gunjangan bencana alam. Ketiga putra-putri itu yakni Bathara Hyang Putra Jaya berstana di Tohlangkir Gunung Agung dengan parahyangan di Pura Besakih, Batari Dewi Danuh berstana di Pura Ulun Danu Batur dan Batara Hyang Gni Jaya di Gunung Lempuyang. Namun, apa pun versi dari lempuyang itu, Pura Lempuyang sendiri memiliki status yang sangat besar, sama seperti Besakih. Baik dalam konsep padma buwana, catur loka pala atau pun dewata nawa sanga. Dalam berbagai sumber lontar atau prasasti kuno, ada tiga pura besar yang sering disebut selain Besakih dan Ulun Danu Batur yakni Lempuyang. Pura Lempuyang Luhur yang terletak sangat tinggi di puncak Bukit Bisbis atau Gunung Lempuyang itu, diduga termasuk pura paling tua di Bali. Bahkan, diperkirakan sudah ada pada zaman pra-Hindu-Buddha yang semula bangunan suci yang terbuat dari batu. Pada sekitar tahun 1950 di tempat didirikannya Pura Lempuyang Luhur kini, baru ada tumpukan batu dan sanggar agung yang dibuat dari pohon. Di bagian timur berdiri sebuah pohon sidhakarya besar yang kini sudah tak ada diduga tumbang atau mati. Barulah pada 1960 dibangun dua padma kembar, sebuah padma tunggal bale piyasan. Kini, pemugaran dan pemugaran pura kian meningkat. Mengutip sejumlah sumber kuno, Jero Mangku Gede Wangi — pemangku di pura itu — mengatakan orang Bali apa pun wangsanya tak boleh melupakan pura ini. Paling tidak sekali waktu menyempatkan diri tangkil sembahyang ke pura ini. Sebab, jika tidak pernah atau lupa memuja Tuhan yang manifestasinya berstana di pura ini, selama hidup bisa tak pernah menemukan kebahagiaan, kerap cekcok dengan keluarga atau masyarakat dan bahkan pendek umur. Kewajiban masyarakat Bali untuk memuja Batara Hyang Gni Jaya di Lempuyang Luhur disebutkan dalam bhisama Hyang Gni Jaya yang tertulis dalam lontar Brahmanda Purana sebagai berikut ”Wastu kita wong Bali, yan kita lali ring kahyangan, tan bakti kita ngedasa temuang sapisan, ring kahyangan ira Hyang Agni Jaya, moga-moga kita tan dadi jadma, wastu kita ping tiga kena saupa drawa.” Jero Mangku Gede Wangi mengatakan, untuk memulai belajar ilmu pengetahuan, apalagi ilmu keagamaan Hindu, sangat baik jika dimulai dengan mohon restu di Pura Lempuyang Luhur. Selain itu, banyak pejabat suka bertirtayatra ke pura ini. Jero Mangku Gede Wangi menyampaikan, di Pura Lempuyang Luhur terdapat tirta pingit di pohon bambu yang tumbuh di areal Pura Luhur. Saat umat nunas tirta, pemangku pura usai ngaturang panguning akan memotong sebuah pohon bambu. Air suci/tirta dari pohon bambu itu di-pundut untuk muput berbagai upacara, kecuali manusa yadnya. ”Siapa pun tak boleh berbuat buruk seperti campah di pura, jika tak ingin kena marabahaya,” ujar Jero Mangku. Pengayah Saat pujawali tak terlalu besar pengayah. Biasanya dari Desa Pakraman Purwayu saja. Namun, jika pujawali besar seperti Batara Turun Kabeh dan Batara Masucian ke Segara, pengayah turun dari enam desa pakraman di sekitarnya, seperti Purwayu, Segeha, Basangalas, Ngis, Tista dan Gulinten. Pada pujawali, pengayah ngamedalang Ida Batara dari pasimpenan di dekat areal parkir pertama. Ida Batara kapundut teruna pemuda dan krandan remaja putri. Sebelum ngayah, mereka mesti mabyakawon mensucikan diri di areal Pura Pesimpenan. Ida Batara kairing ke bale piasan Pura Penataran untuk mahias, lalu masucian ke Pura Telaga Mas, kairing munggah ke Pasar Agung dan masandekan sebentar. Berikutnya, barulah kairing ke Luhur dan kalinggihang, kaaturan panyejer tiga hari. Pujawali tiap enam bulan yakni puncaknya pada Wraspati Umanis Dunggulan. * gde budana Langgar Pantangan, Bisa ”Sengkala” ADA sejumlah pantangan yang jika dilanggar bisa berakibat buruk. Saat naik ke Lempuyang Luhur, kata Jero Mangku Gede Wangi, sejak awal pikiran, perkataan dan perbuatan harus disucikan. Tak boleh berkata kasar saat perjalanan. Selain itu, orang cuntaka, wanita haid, menyusuai, anak yang belum tanggal gigi susu sebaiknya jangan dulu masuk pura atau bersembahyang ke pura setempat. Jero Mangku mengatakan, pernah ada rombongan orang sembahyang naik Isuzu dari Negara. Rupanya, sebelum ke Lempuyang rombongan itu melayat orang meninggal lebih dahulu. Mobil rombongan itu pun jatuh terperosok karena tak bisa naik di tanjakan sebelah atas rumah Mangku Pasek. ”Saya dengar salah seorang rombongan sudah mencegah agar jangan langsung ke Pura Lempuyang, tetapi saran itu tak gubris,” ujar Jero Mangku. Selain sejumlah larangan itu, juga umat yang hendak ke Lempuyang Luhur juga tidak diperkenankan membawa perhiasan emas. Soalnya, umat yang menggunakan perhiasan emas, perhiasan itu kerap hilang misterius. ”Membawa atau makan daging babi saat ke Lempuyang Luhur juga sebaiknya tak dilakukan, karena daging babi itu terbilang cemer. Pantangan ke Pura Lempuyang, hampir sama dengan ke Pura Luhur Batukaru,” kata lulusan APGAH ini. Jero Mangku mengatakan, masyarakat dan umat yang naik ke Gunung Lempuyang diharapkan tak berbuat buruk, seperti mengambil tanaman, melakukan corat-coret di jalan atau di pura. ”Sampah terutama sampah plastik hendaknya dibawa atau dibuang di tong sampah yang tersedia. Berbakti kepada Tuhan bukan cuma lewat sembahyang, tetapi juga dengan jalan karma marga seperti menjaga kebersihan lingkungan alam atau pura,” katanya. Jero Mangku mengatakan, belum pernah ada orang yang menghitung pasti berapa sebenarnya jumlah tangga naik ke Pura Luhur yang berketinggian lebih dari meter. Ada yang mengatakan tangga, ada juga yang mengatakan Sementara itu, dosen STKIP Agama Hindu Amlapura Drs. IP Arnawa, mengatakan, cuma bersembahyang –insidental — ke Pura Lempuyang Luhur disebutkan tak harus melakukan pelukatan saat masuk pura. Soalnya, selain ke Lempuyang Luhur umat bisa melukat di pesucian Telaga Mas, saat naik menuju Pura Luhur yang tinggi berbagai kotoran tubuh juga berangsur disucikan. Soalnya, ribuan kali menghela napas seperti saat pranayama, keringat keluar. ”Sembahyang sampai ke Pura Lempuyang Luhur merupakan pendakian spiritual. Umat yang benar-benar niatnya kuat dilandasi Tri Kaya Parisudha yang mampu dengan mudah mampu mencapai Pura Luhur. Jika ragu-ragu atau tak tulus bisa terjadi halangan, seperti kepayahan bahkan terjatuh di jalan,” ujar Arnawa. Empat Jalur Sesungguhnya ada empat jalur/rute untuk mencapai Pura Lempuyang Luhur. Berdasarkan buku yang disusun Dinas Kebudayaan Bali 1998, bisa lewat Desa Purwayu. Dari rute ini bisa melewati Pura Penyimpenan, Penataran Agung, Telaga Mas, Pasar Agung barulah ke Lempuyang Luhur. Dari jalur melewati Banjar Gamongan, melewati Pura Lempuyang Madya, terus naik ke Pura Telaga Sawang dan Pura Pasar Agung. Sementara dari Banjar Batu Gunung, Desa Bukit melewati Pura Angrekasari, melewati lokasi Tirta Suniamerta, Tirta Jagasatru, Tirta Manik Ambengan, Pura Penataran Silawana Hyangsari, Tirta Sudamala, Tirta Empul, Pura Windusari, Pura Pasar Agung panyawangan terus ke Lempuyang Luhur. Jalur terakhir melewati Banjar Jumenang, melewati Pura Penataran Kenusut, Pura Pasar Agung penyawangan dan naik ke Lempuyang Luhur. Memuja Sang Hyang Iswara Om Asato ma sadgamaya Tamaso ma jyotir gamaya Mrtyor ma amrtam gamaya. Brhad Aranyaka Upanisad Artinya Tuhan bimbinglah kami dari ketidakbenaran asat menuju jalan kebenaran satya yang sejati. Bimbinglah kami dari kegelapan tamasa menuju jalan yang terang benderang jyotih. Bimbinglah kami dari kematian rohani mrta menuju kehidupan yang kekal abadi amrtam. Pura Lempuyang Luhur terletak di bagian timur Pulau Bali. Tepatnya di Desa Purahayu Kecamatan Abang, Karangasem. Di Bukit Gamongan atau Bukit Bisbis atau Gunung Kembar berdiri hening Pura Lempuyang Luhur. Menurut buku Upadesa, pura ini salah satu dari Pura Sad Kahyangan di Bali, tempat memuja Tuhan dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Iswara. Memuja Tuhan sebagai Sang Hyang Iswara sebagai pelindung arah timur - arah terbitnya matahari. Dewa sinar matahari itu disebut juga Dewi Savita atau Dewi Savitri. Pemujaan pada Sang Hyang Iswara untuk mengarahkan diri agar mendapatkan sinar pencerahan hidup jyotir. Sebagaimana dinyatakan dalam kutipan Brhad Aranyaka Upanisad di atas bahwa dengan sinar suci yang disebut jyotir itu kita akan melepaskan jiwa dari kegelapan yang disebut tamasa. Dari kehidupan yang jyotir atau jiwa yang cerah itulah kita bebas dari kematian rohani menuju kehidupan yang sejati yang disebut amrtam. Pura Lempuyang Luhur dan Pura Sad Kahyangan lainnya didirikan pada abad ke-11 Masehi saat Mpu Kuturan mendampingi Raja Udayana memerintah Bali bersama permaisurinya. Pura Sad Kahyangan didirikan untuk melindungi Bali agar masyarakatnya tetap melakukan hal-hal yang dibenarkan menurut ajaran agama. Dalam Lontar Kutara Kanda Dewa Purana Bangsul dinyatakan Sang Hyang Parameswara membawa gunung-gunung yang ada di Bali dari Jambhudwipa India, dari Gunung Mahameru. Potongan Gunung Mahameru itu dibawa ke Bali dan dipecah menjadi tiga bagian besar dan juga bagian-bagian kecil. Bagian tengahnya dijadikan Gunung Batur dan Gunung Rinjani, sedangkan puncaknya menjadi Gunung Agung. Pecahannya yang lebih kecil menjadi leretan gunung-gunung di Bali yang berhubungan satu sama lainnya. Gunung-gunung tersebut antara lain Gunung Tapsahi, Pengelengan, Siladnyana, Beratan, Batukaru, Nagaloka, Pulaki, Puncak Sangkur, Bukit Rangda, Trate Bang, Padang Dawa, Andhakasa, Uluwatu, Sraya dan Gunung Lempuhyang. Dalam bahasa Jawa Kuno Lempuhyang artinya ''gamongan''. Dibawanya leretan gunung-gunung yang mengelilingi Pulau Bali ini oleh Sang Hyang Parameswara sebagai stana para dewa manifestasi Tuhan untuk menjaga Bali. Dalam Lontar Kutara Kanda Dewa Purana Bangsul itu juga dinyatakan bahwa Sang Parameswara menugaskan putranya Sang Hyang Agnijayasakti turun ke Bali dan menjaga kesejahteraan Bali dan berstana di Gunung Lempuhyang atau Gunung Gamorangan bersama dengan dewa-dewa lainnya. Dalam prasasti Sading C tahun 1072 Saka dinyatakan bahwa Gunung Lempuhyang juga bernama Gunung Adri Karang. Di Gunung Adri Karang inilah Raja Jayasakti bersemadi, karena itulah gunung itu juga bernama Karangsemadi. Raja Jayasakti diperintahkan oleh ayah beliau Sang Hyang Guru untuk turun ke Bali membangun pura agar menjadi daerah yang aman dan sejahtera. Raja Jayasakti mengajak para pandita dan para pembantunya serta rakyat untuk mewujudkan perintah Sang Hyang Guru membangun Bali dengan diawali pembangunan pura di Gunung Lempuhyang sebagai stana pemujaan Tuhan sebagai Sang Hyang Iswara. Sebelumnya Raja Jayasakti melakukan semadi sebagai langkah awal membangun kehidupan yang aman sejahtra di Bali. Dalam Wrehaspati Tattwa dinyatakan bahwa citta atau alam pikiran itu memiliki empat kekuatan yaitu dharma, jnyana, variragia dan aiswaria. Jadi, aiswaria itu adalah salah satu kekuatan untuk terus mendorong hati nurani umat manusia agar terus meningkatkan pencerahan diri sebagai sinar suci menuntun hidup menuju yang semakin suci untuk mewujudkan kebenaran dan keharmonisan. Karena itulah Iswara sering juga diartikan pemimpin. Idealnya pikiran yang cerah itulah ibarat sinar yang menerangi hidup manusia sehingga bisa hidup mengatasi kegelapan hati. Karena itu di Pura Besakih ada Pura Gelap untuk memuja Sang Hyang Iswara di arah timur Pura Penataran Agung Besakih. Kata ''gelap'' atau ''kilap'' dalam bahasa Jawa Kuno artinya sinar. Bukan berarti gelap seperti dalam bahasa Indonesia. Karena itulah dari Pura Lempuyang inilah Raja Jayasakti mendapatkan sinar terang kerohanian untuk memimpin di Bali bersama dengan para pembantu dan rakyatnya dengan waranugeraha Tuhan dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Iswara, pemelihara dan pelindung arah timur alam semesta. Dari Pura Lempuyang inilah dipancarkan sinar kepemimpinan religius untuk menerangi jiwa raga rakyat Bali mewujudkan cita-cita hidupnya membangun Bali yang aman sejahtera. * Ketut Gobyah
39m members in the woahdude community. The best links to click while you're stoned! Psychedelic, mindfucking, mesmerizing, reality-distorting or
Harga Tiket Map Cek Lokasi Alamat Kec. Karangasem, Kab. Karangasem, Karangasem memiliki tempat wisata terkenal seperti Pura Lempuyang Madya yang berada di bukit bisbis atau Lempuyang. Salah satu pura tertua di Bali ini berada di kawasan Lempuyang yang memiliki beberapa pura dari paling bawah hingga puncak namanya, pura ini berada di bagian madya atau tengah. Pengunjung melewati beberapa anak tangga untuk sampai ke bangunan pura. Pemandangannya indah dan menyegarkan dengan pesona Gunung Agung yang ada di sisi ini bisa menjadi destinasi wisata religi dan juga petualangan alam. Bangunan suci umat Hindu ini memang berada di kawasan perbukitan yang masih asri. Pengunjung terutama wisatawan akan mendapatkan pengalaman liburan yang tak terlupakan. Apalagi ada banyak hal menarik yang ditawarkan wisata Pura Lempuyang Madya seperti Tarik Pura Lempuyang Madya1. Pura Tertua di Bali2. Suasana Sejuk di Ketinggian3. Pemandangan Gunung Agung4. Hutan yang Rindang5. Panorama SunsetAlamat dan Cara Menuju LokasiHarga Tiket Masuk Pura Lempuyang MadyaRagam Aktivitas yang Menarik Dilakukan1. Trekking Anak Tangga2. Menikmati Pemandangan3. Berfoto4. Makan-makanFasilitas Penunjang di Pura Lempuyang MadyaDaya Tarik Pura Lempuyang MadyaPhoto by Google Maps I Wayan Jata Ariantara1. Pura Tertua di BaliPura Lempuyang yang berada di Bukit Lempuyang, Karangasem merupakan bangunan suci umat Hindu yang sudah berdiri lama. Umurnya sudah ratusan tahun sejak dibangun pada sekitar abad ke-8. Anda yang datang ke sini dapat melihat bangunan pura tertua yang ada di umur pura yang sudah ratusan tahun, tempat ini juga menjadi kawasan wisata yang memiliki tidak hanya satu pura. Sebelum Lempuyang Madya, pengunjung akan melewati Pura Penataran Agung yang menjadi bagian paling bawang dari Pura pura ini memiliki keindahan dan daya tariknya tersendiri. Lempuyang Madya berada di tengah dengan beberapa bangunan pura yang sering digunakan untuk sembahyang. Pada acara-acara keagamaan seperti Galungan, kawasan pura ini akan dipenuhi masyarakat yang akan wisatawan dapat mengunjungi beberapa pura di tempat ini. Selain Lempuyang Madya, wisatawan bisa mengunjungi Pura Pasar Agung yang terkenal dengan kawanan monyet, Pura Telaga Sawang, Pura Lempuyang Luhur atau Pura Puncak Bisbis yang paling tinggi dengan bangunan gapura yang sangat terkenal di kalangan Suasana Sejuk di KetinggianKawasan wisata suci ini berada di daerah perbukitan yang memiliki suhu udara cukup dingin. Pura Lempuyang Madya berada di ketinggian lebih dari 1100 meter. Wisatawan disarankan untuk berkunjung pada siang hari atau saat cerah agar bisa menikmati pemandangan di sekitarnya dengan lebih yang berada di ketinggian ini terkadang diselimuti kabut tipis. Panorama alam di sekitar pura pun akan sedikit terhalang dan berubah menjadi pemandangan putih dari kabut Pemandangan Gunung AgungPhoto by Google Maps nathania coSelain bangunan pura yang indah, daya tarik tempat ini adalah Gunung Agung yang tampak gagah. Pemandangan dari gunung suci masyarakat Bali tersebut memang menjadi nilai tambah dari tempat wisata pura alam dari gunung yang terkenal di Bali ini dapat dinikmati dari semua titik, termasuk di Lempuyang Madya. Gunung yang menawan ini terlihat seperti pengayom yang melindungi alam-alam di Hutan yang RindangKawasan wisata di Karangasem ini memang lokasinya berada di tengah-tengah hutan yang asri. Kondisi alamnya masih terjaga dengan baik sehingga pengunjung Pura Lempuyang Madya dapat melihat berbagai panorama alam seperti hutan, sungai, dan gunung dalam satu ini terkenal dengan trekking anak tangga yang cukup melelahkan. Beruntungnya di sekitar tempat ini banyak dikelilingi hutan yang rindang yang akan memanjakan mata setiap pengunjung. Pepohonan hijau dan beberapa satwa seperti monyet menjadi pesona tersendiri yang mengundang banyak Panorama SunsetPanorama matahari terbenam yang lenyap di balik Gunung Agung menjadi magnet wisatawan. Pemandangan menawan dari langit senja di sekitar kawasan pura membuat suasana semakin hangat dan dan Cara Menuju LokasiPhoto by Google Maps Vanessa ChablisBerada di Kabupaten Karangasem, Pura Lempuyang Madya merupakan tempat wisata di sisi timur Bali yang dapat ditemukan di Desa Bunutan Abang. Jika Anda datang dari Denpasar, tempat ini memang cukup menuju kawasan wisata Pura Lempuyang memakan waktu sekitar 2 jam dari Kota Denpasar. Anda bisa mengikuti rute menuju Karangasem, papan penunjuk arah ke lokasi ini sudah cukup banyak sehingga wisatawan dapat lebih mudah untuk sampai di kawasan pura justru akan lebih sulit untuk menemukan Lempuyang Madya. Lokasi pura ini memang sedikit membingungkan terutama untuk wisatawan yang baru pertama kali dapat parkir di pintu masuk atau di area Pura Penataran Agung Lempuyang. Setelah itu, lanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menaiki beberapa anak tangga hingga ke Telaga Mas. Jika Anda naik lagi, maka akan menemukan puncak tertinggi yaitu Pura Puncak untuk Lempuyang Madya, Anda bisa belok mengikuti petunjuk arah yang ada. Setelah melewati Telaga Mas, Pengunjung bisa melihat papan bertuliskan Pura Lempuyang Luhur, Pura Telaga Sawang, Pura Puncak Bisbis, Pura Pasar Agung Lempuyang, dan tentunya Lempuyang di bagian tengah ini memiliki ketinggian 10 meter di atas area paling bawah. Selain dengan jalan kaki, ada juga akses kendaraan untuk sampai ke lokasi pura tetapi jalannya cukup sempit dan berkelok. Butuh kendaraan yang prima dan pengemudi yang handal untuk melewati jalanan ragu untuk bertanya ke Bli atau petugas yang berjaga agar tidak salah arah untuk mencapai Lempuyang Tiket Masuk Pura Lempuyang MadyaPhoto by Google Maps Diah Sastri PitanatriSetiap wisatawan yang berkunjung ke kawasan wisata Pura Lempuyang dikenai tiket masuk sebesar Rp . Harga tiket masuk tersebut berlaku untuk wisatawan lokal. Setelah membayar tiket masuk, wisatawan dapat memasuki kawasan pura melewati Gapura Paduraksa dan mencapai bagian tengah untuk melihat Pura Lempuyang ini buka setiap hari, mulai pukul WITA hingga pukul WITA. Jika ingin menjelajah lebih banyak tempat, sebaiknya Anda datang pagi hari. Disarankan juga datang saat cuaca cerah karena biasanya saat mendung atau berkabut, jarak pandang akan berkurang yang sedikit menyulitkan pengendara maupun Aktivitas yang Menarik DilakukanPhoto by Google Maps Bayu Airlangga1. Trekking Anak TanggaLiburan sambil berolahraga, ya itulah yang ditawarkan dari destinasi religi di Karangasem ini. Pengunjung yang ingin melihat bangunan pura harus berjalan kaki dengan menaiki beberapa anak dari tempat parkir menuju kawasan pura, mungkin Anda membutuhkan waktu sekitar beberapa puluh menit. Lebih cepat lagi jika Anda menggunakan kendaraan yang langsung parkir di Lempuyang sedikit menguras tenaga, wisatawan dapat menikmati trekking sambil melihat-lihat panorama alam di sekelilingnya yang masih sangat asri. Wisatawan juga bisa melanjutkan perjalanan lagi menuju area paling tinggi yaitu Pura Agung Lempuyang atau Pura Puncak Bisbis dengan menaiki ribuan anak Menikmati PemandanganSaat cuaca sedang cerah, pengunjung Pura Lempuyang Madya dapat menikmati pemandangan alam dengan lebih puas. Jauh dari pura, pengunjung bisa menyaksikan keindahan Gunung Agung. Gunung paling terkenal di Bali ini jaraknya belasan kilometer dari kawasan Pura sore hari, pengunjung dapat menikmati pemandangan matahari terbenam di sisi barat Gunung Agung. Panorama alam yang memukau untuk mengakhiri perjalanan liburan Anda di pura indah BerfotoPemandangan yang menakjubkan dari bangunan pura yang berusia ratusan tahun dan panorama alam yang menawan memang dapat menyihir siapa saja yang melihatnya. Namun, jangan sampai lupa untuk berfoto-foto di tempat yang sampai di Pura Lempuyang Madya dapat berfoto di bangunan gapura yang menghadap pemandangan hijau dari hutan di sekitarnya. Walaupun dua gapura di pura ini tidak setinggi yang ada di Pura Agung Lempuyang, pemandangannya tidak kalah cantik untuk latar foto dengan Anda mengenakan sarung khas Bali, Anda bisa menghasilkan foto-foto yang instagramable. Pura dengan arsitektur khas Bali yang dibangun dari bebatuan hitam menjadi spot foto yang tidak boleh Makan-makanPerjalanan wisata di sini memang membutuhkan banyak tenaga. Setelah lelah berjalan kaki, Anda bisa berhenti sejenak untuk makan. Silahkan wisatawan untuk menikmati makanan di tempat yang sudah disediakan. Namun, jangan lupa untuk tidak membawa olahan dari daging babi yang menjadi salah satu pantangan di tempat Penunjang di Pura Lempuyang MadyaPhoto by Google Maps Tranz WisataDi bagian paling bawah, terdapat tempat parkir pengunjung. Kendaraan roda dua maupun roda empat dapat parkir di sini. Tempat parkir di kawasan ini tidak terlalu luas, tetapi ada petugas yang mengatur sehingga pengunjung tidak perlu juga toilet yang bersih dan nyaman di beberapa titik. Pengunjung bisa meminta bantuan dari petugas jika kesulitan untuk menemukan toilet warung kecil menjadi fasilitas penunjang untuk wisatawan yang berlibur di kawasan pura ini. Pengunjung bisa membeli makanan dan minuman untuk mengobati rasa lapar dan lelah setelah berkeliling beberapa hal menarik dari Pura Lempuyang Madya yang menjadi salah satu tempat wisata di kawasan Karangasem, Bali. Tempatnya nyaman walaupun jalan untuk sampai ke kawasan ini cukup ekstrem.
lZnr.
  • duftdau6y5.pages.dev/244
  • duftdau6y5.pages.dev/117
  • duftdau6y5.pages.dev/167
  • duftdau6y5.pages.dev/190
  • duftdau6y5.pages.dev/4
  • duftdau6y5.pages.dev/275
  • duftdau6y5.pages.dev/55
  • duftdau6y5.pages.dev/374
  • duftdau6y5.pages.dev/234
  • urutan sembahyang di pura lempuyang